Refleksi Konflik Aceh: Jusuf Kalla Menggertak, Malik Mahmud Berpikir Bijak


Oleh Tuanku Muksalmina

“Saat saya ketemu Malik Mahmud, saya katakan mungkin Indonesia tidak akan kalahkan GAM, tapi Indonesia siap berperang 100 tahun. Tapi juga mungkin GAM tak bisa kalahkan Indonesia, karena kekuatan GAM hanya 5.000, sementara Indonesia satu juta. Kalau Indonesia siap berperang 100 tahun, maka yang menjadi korban orang Aceh karena tempat perang di Aceh.” (Jusuf Kalla)

Jusuf Kalla bersama tokoh elit GAM di kediamannya, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Foto: Rakyat Merdeka (24/10/2008), via teguhtimur.com

MENILIK kembali latar peristiwa yang mengiringi proses tercapainya perdamaian Aceh, memang tak bisa dilepaskan dari sosok lelaki asal Bugis yang selalu terlihat ramah dan tak pelit senyum kepada tiap orang yang ia jumpai. Jusuf Kalla. Wakil Presiden Indonesia yang mendampingi Jokowi saat ini.

Tak ada yang menyangka konflik Aceh yang telah berlangsung selama puluhan tahun mampu dirundingkan untuk diakhiri. Jusuf Kalla memang bukan sembarang orang di arena perpolitikan Indonesia.

Latar belakangnya yang seorang mantan aktivis kampus, pebisnis ulung dan politisi kawakan partai Golkar, telah memberikannya banyak pengalaman bagaimana berhadapan dengan orang-orang dari beragam suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ia tahu kapan harus mengeras dan kapan mesti melunak. Ritme “maju atau mundur” dapat diperankan dengan apik oleh seorang Jusuf Kalla.

Baca lebih lanjut